KONSERVASI DAN KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
KONSERVASI DAN KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
Oleh
Ir. Edhi Sandra MSi
1. Kepala Unit Kultur Jaringan, Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB
Pendahuluan
Di dalam konservasi maka keanekaragaman hayati merupakan hal yang perlu
di jaga. Keanekaragaman merupakan kunci dari kestabilan dan
kseimbangan ekosistem. Dalam ekosistem klimaks tidak
ada komponen alam atau individu yang dapat mendominasi dan dapat
menguasai ekosistem, tapi semuanya saling berinteraksi dengan sangat
harmonis.
Sementara ini kultur jaringan selalu
dipersepsikan dengan teknologi yang menghasilkan bibit yang seragam,
sehingga tidak baik untuk di tanam di alam karena akan terjadi
keseragaman genetik yang berdampak pada meledaknya populasi hama
tertentu karena jumlahnya yang sangat luas dan banyak, dan tidak adanya
predator dari hama tersebut, hal ini hampir sama dengan kasus serangan
pandemik ulet bulu yang saat ini terjadi.
Dengan
persepsi demikian, maka ada orang yang berkomentar bahwa kultur jaringan
tidak cocok untuk konservasi. Kultur Jaringan tidak cocok untuk
reboisasi dan rehabilitasi lahan dan kawasan kehutanan. Bibit yang dapat
dipakai untuk reboisasi hanyalah bibit dari biji dengan alasan variasi
genetiknya menjadi beranekaragam, karena bibit dari biji terjadi proses
penyilangan antara tetuanya. Dan bibit dari biji mempunyai akar tunjang
sementara kultur jaringan ‘katanya’ akar serabut karena masuk dengan
kalsifikasi perbanyakan stek / vegetatif. Padahal sesungguhnya tidak
demikian, lalu bagaimana sebenarnya?.
Kultur Jaringan Hanya Sebatas Sarana
Kultur jaringan dapat dipandang sebagai sarana atau kendaraan untuk
melakukan berbagai macam metode atau teknik biotek atau rekayasa
genetik, dengan demikian sebenarnya tujuan kultur jaringan dapat
bermacam-macam tergantung metode dan permasalahan yang akan dipecahkan.
Dengan demikian berarti bahwa kultur jaringan tidak hanya sekedar
menghasilkan bibit yang seragam dalam jumlah besar dan dalam waktu
singkat. Kultur jaringan juga bisa membuat bibit yang beranekaragam.
Strategi Membuat Bibit Yang Beranekaragam
Agar bibit yang akan kita gunakan untuk reboisasi mempunyai
keanekaragaman hayati yang besar maka kita bisa melakukan cara sebagai
berikut:
1. Kita tahu bahwa dengan pembibitan secara
konvensional yaitu benih maka variasi genetiknya akan lebih besar karena
terjadi perpaduan sifat antara tetuanya. Oleh sebab itulah dalam tahap
awal inisasi kita melakukan inisiasi biji dalam jumlah besar.
Biji tersebut semuanya di kulturkan. Jumlah biji yang besar yang kita
kulturkan akan memberikan variasi genetik yang besar pula, baru setelah
itu semua kulturnya kita multiplikasi .
2. Untuk memperluas variasi genetik maka kita dapat menginisiasi biji yang berasal dari habitat atau lokasi yang berbeda agar variasi genetiknya juga berbeda dan bertambah luas.
3. Dengan cara demikian maka sebenarnya sama dengan menanam benih, hanya ragam benih tadi dimultiplikasi sehingga keanekaragamannya juga ikut termultiplikasi.
Memunculkan dan Menambah Variasi Genetik
Secara konvensional maka variasi akan terjadi bila terjadi persilangan.
Bila tidak terjadi persilangan maka tidak ada variasi baru yang muncul
di alam. Variasi juga bisa terjadi dengan adanya proses evolusi.
Pengertian Evolusi disini berkaitan dengan perubahan yang bersifat
permanen karena genetiknya yang berubah. Lain halnya dengan adaptasi,
yaitu perubahan yang disebabkan oleh perubahan lingkungan, akan tetapi
genetiknya tidak berubah. Dalam hal ini maka perubahan tersebut bersifat
tidak permanen.
Di dalam kultur jaringan, walaupun
diperbanyak dengan menggunakan bagian tanaman (vegetatif) tapi mampu
menghasilkan variasi baru, yang tidak dapat dilakukan secara
konvensional. Variasi genetik yang muncul di dalam kultur jaringan bisa
dilakukan tanpa harus terjadi penyilangan.
Munculnya variasi disebabkan:
- Adanya gen tidur, yaitu gen yang belum terekspresikan. Eskpresi gen tersebut akan muncul bila ada rangsangan yang tepat. Adanya variasi yang muncul walau diperbanyak secara vegetaif di sebut “Variasi Somaklonal”.
- Mutasi. Perubahan ekspresi yang bersifat permanen, karena yang berubah adalah gen nya sehingga ekspresinya juga berubah. Mutasi bisa terjadi bila terjadi salah cetak pada saat replikasi DNA
- Faktor biologis dan Fisiologis. Tapi variasi yang disebabkan faktor ini bersifat tidak permanen. Akan tetapi di dalam pencapaian tujuan budidaya faktor ini juga turut berpengaruh dalam kualitas hasil.
Penjelasan
di atas menunjukkan bahwa kultur jaringan bukan hanya milik orang
budidaya, tapi bisa diterapkan dibidang yang berbeda. Di IPB kultur
jaringan ada di berbagai departemen dan dikembangkan sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Di Departemen Biologi, Kultur jaringan
dikembangkan untuk keperluan riset dasar dan terapan, di Departemen
kimia, kultur jaringan dikembangkan untuk tujuan bahan biokimia dan
kimia organik, di Departemen Budidaya hutan (silvikultur), kultur
jaringan dikembangkan kearah industri bibit kehutanan, di Departemen
Konservasi kultur jaringan dikembangkan untuk tujuan konservasi, di
bagian Genetika, kultur jaringan di kembangkan kearah riset dan rekayasa
genetika, dll.
Dengan demikian kultur jaringan dapat dikembangkan
lebih luas lagi dimasyarakat untuk tujuan yang lebih real dan
menghasilkan untuk masyarakat seperti tujuan pengembangan tanaman hias,
tanaman pangan, tanaman obat, tanaman kehutanan (pohon), tanaman
aromatik (parfum), tanaman racun, tanaman penghasil energi dll. Semoga
kultur jaringan dapat berkembang dimasyarakat dengan baik dan memberikan
dampak positif yang siqnifikan. Amin
Bogor, 26 April 2011
0 comments